Gelapnya malam menemani kesendirianku, yang diiringi rintik
hujan dengan ritme yang berbeda, tetapi
tidak mengubah keindahan malam yang aku lalui dengan sebuah perenungan
yang membutuhkan waktu yang sangat panjang untuk menjawab apa yang aku
renungkan.
Waktu berlalu hari berganti, namun semuanya selalu seperti
ini yang ku dapati, akankah semua ini hanya sebatas imajinasi? Sekian banyak
perjalanan hidup orang-orang yang ku pelajari hingga menghasilkan sebuah
kesimpulan dalam hati, ternyata hal yang paling fundamental itu bukan melakukan
apa yang kita ingini, tetapi melakukan apa yang kita yakini.
Keterbatasanku mengartikan apa yang Engkau tuangkan dalam
kitab suci yang tidak pernah ada bandingan sampai akhir zaman. Yang saat ini
aku yakini itu adalah kebenaran yang mutlak, yang mesti aku jalani dan imani.
Walaupun sebagian ada doktrin dari nenek moyangku yang masih menancap dalam
otakku, akan kebenaran yang mutlak itu,yang kini menjadi sebagian keyakinan
turunan bukan sepenuhnya menjadi keyakinan tuntunan untuk ku. Sampai-sampai
seseorang yang mempunyai pola fikir filsafat berdiskusi denganku, hingga
menghasilkan sebuah pertanyaan,”keyakinan dan kebenaran apa yang dirasakan para
Shahabat Rasul,hingga mereka mampu mewakafkan jiwa, raga dan harta mereka hanya
demi kebenaran yang mereka yakini. Sedangkan aku????
Dengan
gagah dan bangganya aku berkata,”saya yakin akan apa yang menjadi pedoman saya
saat ini”. Tetapi dalam realitasnya itu hanya sebuah nol besar. Aku terlalu
melayang diatas awan serta apatis tentang apa yang ada dibumi. Maka dari itu
sebelumnya aku berkata,”ikutilah apa yang kita yakini bukan apa yang kita
ingini”, itu menjadi sebuah tolakukur bahwa aku mesti mencoba meyelam untuk mentafakuri
keyakinan aku yang masih dimiliki saat ini, seperti keyakinan para Shahabat
yang mereka yakini bahwa pedoman ini satu-satunya kebenaran yang mengantarkan
mereka kepada kebahagiaan yang haqiqi.
Keyakinan kita saat ini terhadap semua itu kalau boleh dianalogikan
seperti kita terlalu asyik bermain-main dipinggir laut, keindahan serta
ketenangan serasa sudah cukup bagi kita tanpa kita peduli bahwa hal itu benar
atau tidak untuk kita, padahal kalau kita berusaha mencoba menyelam kedalam
laut itu, aku yakin, kita akan mendapatkan sebuah ketenangan dan keindahan
melebihi apa yang kita rasakan saat berada dipinggir laut. Terlalu sempitnya
pemikiran kita kalau merasa cukup akan apa yang sudah kita rasakan dipinggir
laut, dan menjadikan diri kita apatis akan apa yang ada didasar laut sana. Lain
halnya dengan para Shahabat, mereka terus berusaha meyelam kedasar laut untuk
mendapatkan sebuah ketenangan yang melebihi saat mereka berada di pinggir laut.
Renunganku yang membutuhkan waktu yang sangat panjang untuk
mendapatkan jawaban akan apa yang aku renungkan ini. Karena dalam sudut pandang
filasafat manusia adalah hewan berpikir. Berpikir adalah bertanya. Bertanya
adalah mencari jawaban. Mencari jawaban adalah mencari kebenaran. Jadi manusia
itu mahluk pencari kebanaran. Sehingga menghasilkan keyakinan untuk kita
seperti keyakinan para Shahabat kala itu.
Oleh: Diaz al-Faruq
Tidak ada komentar:
Posting Komentar