Fatu bi’asri
suwari mitslihi
Fatu bisuratin
mitslihi
Fatu biasri
suwari
Fatu bisuratin
Fatu biayatin
Dzikir
Fenomena
Pasca
keruntuhan rezim orde baru, fenomena keagamaan dalam bentuk dzikir akbar mulai
diminati sebagian masyarakat muslim Indonesia. Bahkan, akhir-akhir ini
dzikir akbar tersebut seolah sudah menjadi trend di kalangan masyarakat muslim.
Oleh sebab itu, tidak heran kiranya jika dalam menyambut hari-hari besar
nasional, peringatan pergantian tahun, atau moment-moment tertentu sebagian masyarakat
muslim termasuk elite politik sering mengadakan acara dzikir akbar.
Kenyataan
tersebut memunculkan pertanyaan, apa sebenarnya tujuan dzikir akbar tersebut.
Mungkin, dzkr akbar dilakukan dengan tujuan agar memperoleh ketenangan dalam
hati para pelakunya atau bahkan mungkin dzikir akbar itu dilaksanakan dengan
tujuan agar Allah menghindarkan berbagai malapateka dar i bumi Indonesia. Jika
spekulasi ini benar, kira-kira apakah dzikir akbar yang sering dilakukan
tersebut sudah mampu membendung ragam malapetaka, terutama malapetaka yang yang berhubungan dengan prilaku manusia
(korupsi, kolusi, kemaksiatan dll)?.
Atas dasar
itulah, kiranya perlu penelaahn ulang terhadap dzikir dalam pandangan Islam.
Dalam hal ini, kata “dzikir” menjadi kata kunci dalam proses pendakian
menuju puncak keridhaan Ilahi. Dalam al-Quran
kata ad-dzikr dan bentuk turunannya terulang kurang lebih 268 kali. Dalam
bentuk fi’il madi 24 kali, dalam bentuk fi’il mudhari 68 kali, fi’il ‘amr 56 kali, masdar 109 kali
, fa’il 10 kali, dan dalam bentuk maf’ul 1 kali
1.
Dzakkara-yudzakkiru dengan tambahan tasdid= untuk menunjukkan arti
banyak: artinya menjadi banyak berdzikir, mengingatkan, memberi peringatan
2.
Tadzakkara-yatadzakkaru=lisayrurah; artinya menjadi ingat
3.
Idzakkara-yadzakiru=lilmubalaghah=sungguh-sungguh
Kata dzikir berasal dari
dza-ka-ra=mengingat sesuatu di dalam hati atau menyebutnya dengan lidah.
Menurut raghib, Dzikir adalah suatu keadaan jiwa yang dengan keadaan tersebut
memungkinkan seseorang untuk mengingat-ingat pengetahuan yang telah
dimilikinya. Terkadang pula kata dzikir diartikan dengan hadirnya sesuatu di
dalam hati. Menurut ibnu Abbas dzikrullah adalah dengan cara mendirikan shalat,
membaca al-Quran, bertasbih, berdo’a, bersyukur dan mentaati Allah.
Menurut Hasan al-bana: dzikir adalah
kesadaran manusia akan kewajiban-kewajiban agama yang mendorongnya untuk
melaksanakan perintah-perintah Allah dan meninggalkan larangan-larangan-Nya.
Oleh sebab itu, seluruh aktivitas manusia yang dilakukan semata-mata karena Allah
termasuk dzikr.
Atas dasar pengertian tersebut, imam
al-Qurthubi menyatakan bahwa majelis dzkr adalah mejelis ilmu (yang di
dalamnnya dikumandangkan ayat-ayat al-Quran, hadits, kisah para nabi dan
ulama-ulama shalih yang terbebas dari kebohongan, bid’ah, thamak serta
tujuan-tujuan yang rendah), sehingga dengan kondisi tersebut bisa mengantarkan
seseorang pada kesadaran dirinya.
Variasi
makna dzikr dalam al-Quran
1.
Menyebut dengan lidah sebagaimana firman-Nya dalam surat
al-baqarah: 200. فَإِذَا
قَضَيْتُمْ مَنَاسِكَكُمْ فَاذْكُرُوا اللَّهَ كَذِكْرِكُمْ آَبَاءَكُمْ أَوْ
أَشَدَّ ذِكْرًا فَمِنَ النَّاسِ مَنْ يَقُولُ رَبَّنَا آَتِنَا فِي الدُّنْيَا
وَمَا لَهُ فِي الْآَخِرَةِ مِنْ خَلَاقٍ Membaca talbiyah, tahlil, doa dan berbagai pujian
2.
Mengingat di dalam hati taha: 14. إِنَّنِي أَنَا اللَّهُ لَا إِلَهَ إِلَّا أَنَا فَاعْبُدْنِي
وَأَقِمِ الصَّلَاةَ لِذِكْرِي Menurut para mufasir, kata dzikir pada ayat tersebut adalah
menghadirkan Allah di dalam hati. Dengan demikian, makna ayat tersebut adalah
dirikanlah shalat sebagaimana yang telah Aku perintahkan kepadamu dengan
memenuhi syrat-syarat dan rukunnya secara sempurna agar kamu mengingat aku dan
berdo’a semata-mata pada-Ku. Bandingkan dengan ali imran: 191
3.
Melaksanakan shalat lima waktu secara sempurna: al-baqarah: 239. فَإِنْ خِفْتُمْ فَرِجَالًا أَوْ رُكْبَانًا فَإِذَا أَمِنْتُمْ
فَاذْكُرُوا اللَّهَ كَمَا عَلَّمَكُمْ مَا لَمْ تَكُونُوا تَعْلَمُونَ Menurut para muffasir, kata dzikir pada ayat tersebut adalah shalat
lima waktu secara sempurna. Dengan demikian, makna ayat tersebut adalah: jika
kamu telah aman, maka laksanakanlah shalat lima waktu dengan sempurna sesuai
dengan tatacara shalat yang telah diajarkan pada kalian.
4.
Melaksanakan shalat jumat sebagaimana firman-Nya dalam surat
al-jum’ah: 9
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا إِذَا نُودِيَ لِلصَّلَاةِ مِنْ
يَوْمِ الْجُمُعَةِ فَاسْعَوْا إِلَى ذِكْرِ اللَّهِ وَذَرُوا الْبَيْعَ ذَلِكُمْ
خَيْرٌ لَكُمْ إِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُونَ
5.
Melaksanakan ajaran-ajaran agama Allah (taha: 124) وَمَنْ أَعْرَضَ عَنْ ذِكْرِي فَإِنَّ لَهُ مَعِيشَةً ضَنْكًا
وَنَحْشُرُهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ أَعْمَى
6.
Melaksanakan ajaran-ajaran yang terdapat dalam kitab taurat
(al-Baqarah: 63) وَإِذْ أَخَذْنَا مِيثَاقَكُمْ وَرَفَعْنَا فَوْقَكُمُ الطُّورَ
خُذُوا مَا آَتَيْنَاكُمْ بِقُوَّةٍ وَاذْكُرُوا مَا فِيهِ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ
7.
Menghafal dan mempelajari (al-qomar: 17) وَلَقَدْ يَسَّرْنَا الْقُرْآَنَ لِلذِّكْرِ فَهَلْ مِنْ مُدَّكِرٍ
8.
Berfikir (maryam: 67) أَوَلَا يَذْكُرُ الْإِنْسَانُ أَنَّا خَلَقْنَاهُ مِنْ قَبْلُ
وَلَمْ يَكُ شَيْئًا
9.
Nasihat atau peringatan (an’am: 44)
فَلَمَّا نَسُوا
مَا ذُكِّرُوا بِهِ فَتَحْنَا عَلَيْهِمْ أَبْوَابَ كُلِّ شَيْءٍ حَتَّى إِذَا
فَرِحُوا بِمَا أُوتُوا أَخَذْنَاهُمْ بَغْتَةً فَإِذَا هُمْ مُبْلِسُونَ
10. Penjelasan
(shad: 1-2) ص
وَالْقُرْآَنِ ذِي الذِّكْرِ (1)
11.
Kisah atau cerita (al-kahfi: 83) وَيَسْأَلُونَكَ
عَنْ ذِي الْقَرْنَيْنِ قُلْ سَأَتْلُو عَلَيْكُمْ مِنْهُ ذِكْرًا
12.
Menyebutkan sifat atau kedudukan
seseorang di hadapan orang lain (maryam: 41) وَاذْكُرْ
فِي الْكِتَابِ إِبْرَاهِيمَ إِنَّهُ كَانَ صِدِّيقًا نَبِيًّا
13.
Penyebab Kemuliaan/kehormatan (al-anbiya: 10) لَقَدْ
أَنْزَلْنَا إِلَيْكُمْ كِتَابًا فِيهِ ذِكْرُكُمْ أَفَلَا تَعْقِلُونَ
14. Lauh mahfudz
(anbiya: 105) وَلَقَدْ كَتَبْنَا فِي الزَّبُورِ مِنْ بَعْدِ الذِّكْرِ أَنَّ
الْأَرْضَ يَرِثُهَا عِبَادِيَ الصَّالِحُونَ
15.
Wahyu (at-thalaq: 10) أَعَدَّ اللَّهُ لَهُمْ عَذَابًا شَدِيدًا فَاتَّقُوا اللَّهَ يَا
أُولِي الْأَلْبَابِ الَّذِينَ آَمَنُوا قَدْ أَنْزَلَ اللَّهُ إِلَيْكُمْ ذِكْرًا
16. Al-quran (hijr:
6) وَقَالُوا يَا أَيُّهَا
الَّذِي نُزِّلَ عَلَيْهِ الذِّكْرُ إِنَّكَ لَمَجْنُونٌ
Seiring dengan perputaran zaman, dzikir telah mengalami banyak
perubahan, baik dari segi makna atau dari segi metodanya. Oleh sebab itu, tidak
heran kiranya jika dalam tradisi Islam banyak ragam dzikir yang dipraktikan
oleh tharekat tertentu berbeda dengan dzikir yang dipraktikan oleh tharekt
lainnya. Akan tetapi, semuanya meyakini bahwa Dzikir mampu membawa pada
kesadaran kejiwaan yang sempurna, ia merupakan langkah awal di jalan cinta.
Sebab, jika seseorang mengklaim mencintai sesuatu, maka ia akan senantiasa
menyebut namanya dan selalu ingat kepadanya. Oleh sebab itu, siapa pun yang
dalam hatinya tertanam cinta akan Allah, disitulah tempat kediaman dzikir yang
terus menerus.
Dzkr ayat
Dzkr ghflah
Macam-macam dzkr
Fungsi
dzikir (ra’ad: 28)
Dzikir perbuatan
Di samping dzikir qalb dan lisan, masih
terdapat satu jenis dzikir lainnya yang terkadang
terlupakan atau bahkan mungkin secara sengaja dilupakan. Dzikir tersebut
diistilahkan dengan dzikir amal atau dzikir perbuatan. Hal ini disandarkan pada
firman Allah dalam surah al-Jumah: "Hai orang-orang yang beriman,
apabila diseru untuk menunaikan shalat pada hari Jumat, maka bersegeralah kamu
kepada mengingat Allah dan tinggalkanlah jual beli. Yang demikian itu
lebih baik bagimu jika kamu mengetahui. Apabila telah ditunaikan shalat, maka
bertebaranlah kamu di muka bumi; dan carilah karunia Allah dan ingatlah
Allah banyak-banyak supaya kamu beruntung.
Dalam dua ayat di atas terlihat
terdapat dua kata dzikir. Kata dzikir yang pertama terkait erat dengan dzikir
qalb dan lisan yang hendaknya dilakukan seseorang tatkala melaksanakan sahalat
jumat. Di samping itu,
ternyata dzikir semacam ini terikat oleh waktu. Sementara dzikir kedua yang
dilakukan ketika manusia sudah menyebar di muka bumi tidak lagi terikat oleh
ruang dan waktu. Ia dilakukan di mana saja dan kapan saja. Hal ini dapat
dipahami dari penggandengan kata kasiran (banyak) setelah kata wadkurullah.
Jika dzikir ini diartikan dalam arti lisan, maka teramat sulit bagi seorang
muslim untuk melaksanakannya, sebab setiap kali ia bergerak lisannya senantiasa
dituntut untuk mengucap dzikir. Oleh sebab itu, menurut para muffasir, dzrikir
pada ayat 10 tersebut bukan dalam arti dzikir lisan, tetapi dzikir dalam arti
perbuatan. Artinya, setiap perbuatan yang seorang muslim lakukan haruslah
dibingkai dalam dzikrullah. Dengan pengertian ini, maka bisa jadi seorang
sering melakukan dzikr lisan, tetapi perbuatannya tidak mencerminkan dzikrullah
karena ketika ia bekerja seolah tidak merasa Allah mengawasinya. Dengan
demikian, yang termasuk dzikir perbuatan itu adalah setiap aktivitas yang si
pelakunya secara sadar melaksanakan aktivitas tersebut karena Allah dan dia
meyakini Allah senantiasa mengawasi perbuatannya, sehingga dalam berkerjanya
itu ia tidak melakukan berbagai pelanggaran yang akan mengakibatkan kerugian
baik bagi diri, orang lain. Atau dengan kata lain, dzikr perbuatan adalah melakukan
berbagai aktivitas dengan mengikuti norma-norma yang Tuhan tetapkan. Dalam hal
ini, dzikir perbuatan seorang pedagang adalah ketika ia berjual beli tidak
melakukan pengurangan timbangan, dzikir perbuatan seorang guru adalah tidak
mengurangi jam pelajaran, dzikir perbuatan seorang pejabat atau pemimpin bangsa
adalah tidak melakukan korup,
Dari
uraian ringkas di atas, dapat dikatakan bahwa dzikir
berarti kesadaran manusia akan hubungan abadi yang menyatukannya dengan Sang
Pencipta. Dari sudut pandang ini, dzikir menjadi sendi utama agama, baik dalam
dimensi eksoteriknya (manusia mengingat Allah sebagai Penguasa dan hakim yang
transenden dan mahakuasa) maupun dalam ketentuan esoteriknya (merasakan
kehadiran Ilahi mengungkapkan dirinya sebagai dimensi batin manusia). Sebagai
balasannya, mereka akan selalu dilingkupi rahmat Allah, yang membuatnya
tentram.
Dengan demikian, bagi orang yang
senantiasa melakukan dzikir, maka dalam setiap gerak langkahnya akan selalu
merasa berada dalam pengawasan Sang Penguasa. Konsekuensinya, ia akan
senantiasa berupaya berakhlak dengan akhlak Allah, ia tidak akan berbuat
dzhalim terhadap sesamanya dan akan senantiasa berusaha menularkan pengalaman
religiusnya pada orang lain. Dalam hal ini, seorang ahli mistik mengingatkan,
“jika seorang penempuh jalan spiritual telah menemukan ketenangan jiwa, tidak
layak baginya untuk tetap diam di atas menara sambil melihat orang lain berada
dalam ancaman, ia harus segera turun dari menara gadingnya, sehingga ia menjadi
garam yang menjaga masyarakat manusia dari kebusukan.”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar