Kamis, 13 September 2012

dzikir


Fatu bi’asri suwari mitslihi
Fatu bisuratin mitslihi
Fatu biasri suwari
Fatu bisuratin
Fatu biayatin
Dzikir
Fenomena
Pasca keruntuhan rezim orde baru, fenomena keagamaan dalam bentuk dzikir akbar mulai diminati sebagian masyarakat muslim Indonesia. Bahkan, akhir-akhir ini dzikir akbar tersebut seolah sudah menjadi trend di kalangan masyarakat muslim. Oleh sebab itu, tidak heran kiranya jika dalam menyambut hari-hari besar nasional, peringatan pergantian tahun, atau moment-moment tertentu sebagian masyarakat muslim termasuk elite politik sering mengadakan acara dzikir akbar.
Kenyataan tersebut memunculkan pertanyaan, apa sebenarnya tujuan dzikir akbar tersebut. Mungkin, dzkr akbar dilakukan dengan tujuan agar memperoleh ketenangan dalam hati para pelakunya atau bahkan mungkin dzikir akbar itu dilaksanakan dengan tujuan agar Allah menghindarkan berbagai malapateka dar i bumi Indonesia. Jika spekulasi ini benar, kira-kira apakah dzikir akbar yang sering dilakukan tersebut sudah mampu membendung ragam malapetaka, terutama malapetaka yang  yang berhubungan dengan prilaku manusia (korupsi, kolusi, kemaksiatan dll)?.
Atas dasar itulah, kiranya perlu penelaahn ulang terhadap dzikir dalam pandangan Islam. Dalam hal ini, kata “dzikir” menjadi kata kunci dalam proses pendakian menuju puncak keridhaan Ilahi. Dalam al-Quran kata ad-dzikr dan bentuk turunannya terulang kurang lebih 268 kali. Dalam bentuk fi’il madi 24 kali, dalam bentuk fi’il mudhari  68 kali, fi’il ‘amr 56 kali, masdar 109 kali , fa’il 10 kali, dan dalam bentuk maf’ul 1 kali
1.      Dzakkara-yudzakkiru dengan tambahan tasdid= untuk menunjukkan arti banyak: artinya menjadi banyak berdzikir, mengingatkan, memberi peringatan
2.      Tadzakkara-yatadzakkaru=lisayrurah; artinya menjadi ingat
3.      Idzakkara-yadzakiru=lilmubalaghah=sungguh-sungguh
            Kata dzikir berasal dari dza-ka-ra=mengingat sesuatu di dalam hati atau menyebutnya dengan lidah. Menurut raghib, Dzikir adalah suatu keadaan jiwa yang dengan keadaan tersebut memungkinkan seseorang untuk mengingat-ingat pengetahuan yang telah dimilikinya. Terkadang pula kata dzikir diartikan dengan hadirnya sesuatu di dalam hati. Menurut ibnu Abbas dzikrullah adalah dengan cara mendirikan shalat, membaca al-Quran, bertasbih, berdo’a, bersyukur dan mentaati Allah.
            Menurut Hasan al-bana: dzikir adalah kesadaran manusia akan kewajiban-kewajiban agama yang mendorongnya untuk melaksanakan perintah-perintah Allah dan meninggalkan larangan-larangan-Nya. Oleh sebab itu, seluruh aktivitas manusia yang dilakukan semata-mata karena Allah termasuk dzikr.
            Atas dasar pengertian tersebut, imam al-Qurthubi menyatakan bahwa majelis dzkr adalah mejelis ilmu (yang di dalamnnya dikumandangkan ayat-ayat al-Quran, hadits, kisah para nabi dan ulama-ulama shalih yang terbebas dari kebohongan, bid’ah, thamak serta tujuan-tujuan yang rendah), sehingga dengan kondisi tersebut bisa mengantarkan seseorang pada kesadaran dirinya.
Variasi makna dzikr dalam al-Quran
1.      Menyebut dengan lidah sebagaimana firman-Nya dalam surat al-baqarah: 200. فَإِذَا قَضَيْتُمْ مَنَاسِكَكُمْ فَاذْكُرُوا اللَّهَ كَذِكْرِكُمْ آَبَاءَكُمْ أَوْ أَشَدَّ ذِكْرًا فَمِنَ النَّاسِ مَنْ يَقُولُ رَبَّنَا آَتِنَا فِي الدُّنْيَا وَمَا لَهُ فِي الْآَخِرَةِ مِنْ خَلَاقٍ  Membaca talbiyah, tahlil, doa dan berbagai pujian
2.      Mengingat di dalam hati taha: 14. إِنَّنِي أَنَا اللَّهُ لَا إِلَهَ إِلَّا أَنَا فَاعْبُدْنِي وَأَقِمِ الصَّلَاةَ لِذِكْرِي  Menurut para mufasir, kata dzikir pada ayat tersebut adalah menghadirkan Allah di dalam hati. Dengan demikian, makna ayat tersebut adalah dirikanlah shalat sebagaimana yang telah Aku perintahkan kepadamu dengan memenuhi syrat-syarat dan rukunnya secara sempurna agar kamu mengingat aku dan berdo’a semata-mata pada-Ku. Bandingkan dengan ali imran: 191
3.      Melaksanakan shalat lima waktu secara sempurna: al-baqarah: 239. فَإِنْ خِفْتُمْ فَرِجَالًا أَوْ رُكْبَانًا فَإِذَا أَمِنْتُمْ فَاذْكُرُوا اللَّهَ كَمَا عَلَّمَكُمْ مَا لَمْ تَكُونُوا تَعْلَمُونَ Menurut para muffasir, kata dzikir pada ayat tersebut adalah shalat lima waktu secara sempurna. Dengan demikian, makna ayat tersebut adalah: jika kamu telah aman, maka laksanakanlah shalat lima waktu dengan sempurna sesuai dengan tatacara shalat yang telah diajarkan pada kalian.
4.      Melaksanakan shalat jumat sebagaimana firman-Nya dalam surat al-jum’ah: 9
 يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا إِذَا نُودِيَ لِلصَّلَاةِ مِنْ يَوْمِ الْجُمُعَةِ فَاسْعَوْا إِلَى ذِكْرِ اللَّهِ وَذَرُوا الْبَيْعَ ذَلِكُمْ خَيْرٌ لَكُمْ إِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُونَ
5.      Melaksanakan ajaran-ajaran agama Allah (taha: 124) وَمَنْ أَعْرَضَ عَنْ ذِكْرِي فَإِنَّ لَهُ مَعِيشَةً ضَنْكًا وَنَحْشُرُهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ أَعْمَى
6.   Melaksanakan ajaran-ajaran yang terdapat dalam kitab taurat (al-Baqarah: 63) وَإِذْ أَخَذْنَا مِيثَاقَكُمْ وَرَفَعْنَا فَوْقَكُمُ الطُّورَ خُذُوا مَا آَتَيْنَاكُمْ بِقُوَّةٍ وَاذْكُرُوا مَا فِيهِ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ
7.      Menghafal dan mempelajari (al-qomar: 17) وَلَقَدْ يَسَّرْنَا الْقُرْآَنَ لِلذِّكْرِ فَهَلْ مِنْ مُدَّكِرٍ
8.   Berfikir (maryam: 67) أَوَلَا يَذْكُرُ الْإِنْسَانُ أَنَّا خَلَقْنَاهُ مِنْ قَبْلُ وَلَمْ يَكُ شَيْئًا
9.      Nasihat atau peringatan (an’am: 44) 
فَلَمَّا نَسُوا مَا ذُكِّرُوا بِهِ فَتَحْنَا عَلَيْهِمْ أَبْوَابَ كُلِّ شَيْءٍ حَتَّى إِذَا فَرِحُوا بِمَا أُوتُوا أَخَذْنَاهُمْ بَغْتَةً فَإِذَا هُمْ مُبْلِسُونَ

10.  Penjelasan (shad: 1-2) ص وَالْقُرْآَنِ ذِي الذِّكْرِ (1)
11.                     Kisah atau cerita (al-kahfi: 83) وَيَسْأَلُونَكَ عَنْ ذِي الْقَرْنَيْنِ قُلْ سَأَتْلُو عَلَيْكُمْ  مِنْهُ ذِكْرًا
12.                     Menyebutkan sifat atau  kedudukan seseorang di hadapan orang lain (maryam: 41) وَاذْكُرْ فِي الْكِتَابِ إِبْرَاهِيمَ إِنَّهُ كَانَ صِدِّيقًا نَبِيًّا
13.                     Penyebab Kemuliaan/kehormatan (al-anbiya: 10) لَقَدْ أَنْزَلْنَا إِلَيْكُمْ كِتَابًا فِيهِ ذِكْرُكُمْ أَفَلَا تَعْقِلُونَ
14.  Lauh mahfudz (anbiya: 105) وَلَقَدْ كَتَبْنَا فِي الزَّبُورِ مِنْ بَعْدِ الذِّكْرِ أَنَّ الْأَرْضَ يَرِثُهَا عِبَادِيَ الصَّالِحُونَ
15.                     Wahyu (at-thalaq: 10) أَعَدَّ اللَّهُ لَهُمْ عَذَابًا شَدِيدًا فَاتَّقُوا اللَّهَ يَا أُولِي الْأَلْبَابِ الَّذِينَ آَمَنُوا قَدْ أَنْزَلَ اللَّهُ إِلَيْكُمْ ذِكْرًا
16.  Al-quran (hijr: 6) وَقَالُوا يَا أَيُّهَا الَّذِي نُزِّلَ عَلَيْهِ الذِّكْرُ إِنَّكَ لَمَجْنُونٌ
Seiring dengan perputaran zaman, dzikir telah mengalami banyak perubahan, baik dari segi makna atau dari segi metodanya. Oleh sebab itu, tidak heran kiranya jika dalam tradisi Islam banyak ragam dzikir yang dipraktikan oleh tharekat tertentu berbeda dengan dzikir yang dipraktikan oleh tharekt lainnya. Akan tetapi, semuanya meyakini bahwa Dzikir mampu membawa pada kesadaran kejiwaan yang sempurna, ia merupakan langkah awal di jalan cinta. Sebab, jika seseorang mengklaim mencintai sesuatu, maka ia akan senantiasa menyebut namanya dan selalu ingat kepadanya. Oleh sebab itu, siapa pun yang dalam hatinya tertanam cinta akan Allah, disitulah tempat kediaman dzikir yang terus menerus.
Dzkr                                       ayat
Dzkr                                       ghflah
Macam-macam dzkr
Fungsi dzikir (ra’ad: 28)
Dzikir perbuatan
            Di samping dzikir qalb dan lisan, masih terdapat satu jenis dzikir lainnya yang terkadang terlupakan atau bahkan mungkin secara sengaja dilupakan. Dzikir tersebut diistilahkan dengan dzikir amal atau dzikir perbuatan. Hal ini disandarkan pada firman Allah dalam surah al-Jumah: "Hai orang-orang yang beriman, apabila diseru untuk menunaikan shalat pada hari Jumat, maka bersegeralah kamu kepada mengingat Allah dan tinggalkanlah jual beli. Yang demikian itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui. Apabila telah ditunaikan shalat, maka bertebaranlah kamu di muka bumi; dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu beruntung.
            Dalam dua ayat di atas terlihat terdapat dua kata dzikir. Kata dzikir yang pertama terkait erat dengan dzikir qalb dan lisan yang hendaknya dilakukan seseorang tatkala melaksanakan sahalat jumat. Di samping itu, ternyata dzikir semacam ini terikat oleh waktu. Sementara dzikir kedua yang dilakukan ketika manusia sudah menyebar di muka bumi tidak lagi terikat oleh ruang dan waktu. Ia dilakukan di mana saja dan kapan saja. Hal ini dapat dipahami dari penggandengan kata kasiran (banyak) setelah kata wadkurullah. Jika dzikir ini diartikan dalam arti lisan, maka teramat sulit bagi seorang muslim untuk melaksanakannya, sebab setiap kali ia bergerak lisannya senantiasa dituntut untuk mengucap dzikir. Oleh sebab itu, menurut para muffasir, dzrikir pada ayat 10 tersebut bukan dalam arti dzikir lisan, tetapi dzikir dalam arti perbuatan. Artinya, setiap perbuatan yang seorang muslim lakukan haruslah dibingkai dalam dzikrullah. Dengan pengertian ini, maka bisa jadi seorang sering melakukan dzikr lisan, tetapi perbuatannya tidak mencerminkan dzikrullah karena ketika ia bekerja seolah tidak merasa Allah mengawasinya. Dengan demikian, yang termasuk dzikir perbuatan itu adalah setiap aktivitas yang si pelakunya secara sadar melaksanakan aktivitas tersebut karena Allah dan dia meyakini Allah senantiasa mengawasi perbuatannya, sehingga dalam berkerjanya itu ia tidak melakukan berbagai pelanggaran yang akan mengakibatkan kerugian baik bagi diri, orang lain. Atau dengan kata lain, dzikr perbuatan adalah melakukan berbagai aktivitas dengan mengikuti norma-norma yang Tuhan tetapkan. Dalam hal ini, dzikir perbuatan seorang pedagang adalah ketika ia berjual beli tidak melakukan pengurangan timbangan, dzikir perbuatan seorang guru adalah tidak mengurangi jam pelajaran, dzikir perbuatan seorang pejabat atau pemimpin bangsa adalah tidak melakukan korup,

 

Dari uraian ringkas di atas, dapat dikatakan bahwa dzikir berarti kesadaran manusia akan hubungan abadi yang menyatukannya dengan Sang Pencipta. Dari sudut pandang ini, dzikir menjadi sendi utama agama, baik dalam dimensi eksoteriknya (manusia mengingat Allah sebagai Penguasa dan hakim yang transenden dan mahakuasa) maupun dalam ketentuan esoteriknya (merasakan kehadiran Ilahi mengungkapkan dirinya sebagai dimensi batin manusia). Sebagai balasannya, mereka akan selalu dilingkupi rahmat Allah, yang membuatnya tentram.
Dengan demikian, bagi orang yang senantiasa melakukan dzikir, maka dalam setiap gerak langkahnya akan selalu merasa berada dalam pengawasan Sang Penguasa. Konsekuensinya, ia akan senantiasa berupaya berakhlak dengan akhlak Allah, ia tidak akan berbuat dzhalim terhadap sesamanya dan akan senantiasa berusaha menularkan pengalaman religiusnya pada orang lain. Dalam hal ini, seorang ahli mistik mengingatkan, “jika seorang penempuh jalan spiritual telah menemukan ketenangan jiwa, tidak layak baginya untuk tetap diam di atas menara sambil melihat orang lain berada dalam ancaman, ia harus segera turun dari menara gadingnya, sehingga ia menjadi garam yang menjaga masyarakat manusia dari kebusukan.”

          

Tidak ada komentar: