Kamis, 20 September 2012

IKHTISHAR AL-HADITS


Ikhtisharul hadits artinya: meringkas hadits.
Maksudnya menyisihkan sebagian dari hadits, dengan meriwayatkan sebagian yang lain.
Dalam pembicaraan ini, termasuk juga:
a.    Mendahulukan susunan yang semestinya di akhir, dan mengakhirkan susunan yang semestinya di permulaan.
b.    Dari hadits panjang, diambil apa yang dirasa perlu saja.
Mengikhtisharkan hadits memang boleh asal ringkasannya tidak membawa kekeliruan dan salah faham, sehingga bisa menyebabkan tidak betul dalam membatas satu-satu masalah atau menetapkan suatu hukum agama.
Perhatikan contoh berikut:
لَا يَنْظُرُ اَللَّهُ إِلَى مَنْ جَرَّ ثَوْبَهُ خُيَلَاءَ
 “Allah tidak akan melihat orang yang menjuntai pakaiannya terseret dengan sombong." Muttafaq Alaihi.
Hadits tersebut kalau kita ringkaskan dengan meninggalkan perkataan yang paling akhir, akan jadi begini (لَا يَنْظُرُ اَللَّهُ إِلَى مَنْ جَرَّ ثَوْبَهُ). Maka dari ringkasan ini orang bisa salah faham, bahwa Allah tidak suka melihat kepada orang yang melabuhkan kainnya, baik karena sombong atau tidak. Oleh karena itu ikhtishar yang seperti diatas tidak diperbolehkan karena membuat orang salah faham. Dan kata (خُيَلَاءَ) mesti disebut. Karena kalau tidak disebut akan membuat orang salah faham.
Apakah boleh meringkas suatu hadits?
Ahlul ilmi berbeda pendapat padanya: Maka diantara mereka ada yang melarang secara mutlaq, juga yang melarang tapi membolehkan riwayat bilma’na apabila pada kesempatan lain ia meriwayatkan secara sempurna. Dan diantara mereka ada juga yang membolehkan secara mutlaq tanpa ada rincian.
Kesimpulan:
Mengikhtisar hadits memang dibolehkan asalkan ringkasannya tidak membawa kekeliruan dan salah paham dalam menentukan hukum-hukum agama.

Tidak ada komentar: