Ma’rifat
kedapa Allah SWT adalah fondasi tempat
berdirinya Islam secara keseluruhan. Tanpa ma’rifat ini, seluruh amal ibadah
dalam Islam atau untuk Islam menjadi tidak memiliki nilai hakiki. Ini
dikarenakan dalam posisi itu, orang tersebut kehilangan “Roh”nya ;
Apa nilai amal
yang tidak memiliki roh ?
Bagaimana
kita mengenal Allah ? jalan apa yang harus ditempuh untuk menuju ma’rifat ini ?
pertanyaan ini yang harus dijawab, karena jika kita tidak mengetahui jalannya,
kita tidak akan sampai kepada jalan yang kita inginkan.
Banyak
orang, baik pada masa lalu maupun pada masa kini, yang mengingkari wujud Allah,
dengan alasan mereka tidak dapat merasakan keberadaan-Nya dengan indera mereka.
Mereka berpendapat bahwa jalan untuk mengetahui segala sesuatu adalah indera
itu. Karena itu, mereka menuduh orang-orang ysng beriman kepada Allah sebagai
para pengkhayal, seat, sakit jiwa, tidak ilmiah, dan tuduhan-tuduhan
lainnyayang dialamatkan oleh orang kafir terhadap kaum beriman. Dengan alasan,
orang yang beriman mengimani wujud Allah bukan dengan jalan inderawi.
Mereka
hanya berkata bahwa mereka hanya mengimani apa yang dapat ditangkap oleh indra
mereka saja. Padahal dalam realitas material tempat mereka hidup itu sudah
terbantahkan akan semua hujah mereka. Misalnya mereka mengimani akan adanya
kekuatan gravitasi dan hukumnya , meskipun mereka melihat keberadaannya
secara inderawi. Serta mereka mengimani Rasio meskipun mereka tidak
melihat wujudnya. Dan mereka semata-mata hanya melihat hasilnya saja.
Apakah
mereka benar ketika mereka membatasi semua pengetahuan hanya melalui jalan
indera, serta yang mampu tertangkap oleh akal? Padahal kalau kita
sedikit mencoba memahami akan keberadaan akal itu sendiri, kebenarannya itu
relatif. Walaupun penggunaan akal itu dengan cara komfrehensif, dan sistematis.
Tetapi tetap saja cara penyimpulannya hanya spekulatif saja, dengan data yang
mampu tertangkap oleh inderanya. Sebagai contoh, kita selalu merasa bahwa kita
sedang berjalan dengan kepala di atas meskipun kita berada dikutub utara,
selatan, atau digaris khatulistiwa.
Persepsi
yang salah tentang ma’rifat kepda Allah ini, adalah salah satu unsur terbesar
yang menjauhkan banyak manusia dari jalan keimanan yang shahih kepada Allah,
padalah kesalahan persepsi ini amat jelas.
Salah
satu jawaban fitrah yang sangat menarik tentang masalah ini adalah anekdot
berikut ini. Di sebuah sekolah dasar, seorang guru SD berkata kepada murid
kelas enam SD,
Guru :
“apakah kalian melihat diri saya?”
Murid :
Ya.”
Guru : “
dengan begitu, berarti saya ada,”
Guru :
“apakah kalian melihat papantulis?”
Murid :
Ya.”
Guru : “
dengan begitu, berarti papantulis itu ada,”
Guru :
“apakah kalian melihat Tuhan?”
Murid :
tidak.”
Guru : “
dengan begitu, berarti Tuhan itu tidak ada,”
Selanjutnya,
seorang murid yang cerdas berdiri dan bertanya kepada teman-temannya, “ apakah
kalian melihat akal Guru kita?”
Teman-temannya
menjawab, “ tidak.”
Dengan
demikian, akal guru kita tidak ada!”
Persepsi
ini telah menjadi pegangan banyak orang kafir, semenjak zaman dulu, padahal Al-Quran
al-Karim telah memberitakan kebenarannya yang akan menuntun mereka kejalan
yang diridhoi Allah. Tetapi mereka tetap saja mengingkarinya dikarenakan dalam
diri mereka sudah tertanam sifat sombong angkuh dan lain-lain.
Berbeda
dengan orang yang beriman, mereka selalu tunduk dan patuh akan apa yang
diperintahkan serta yang dilarang oleh Allah Swt. Cara mereka berma’rifat
kepada Allah, mereka membebaskan diri dari ke zhaliman, dusta, dari kelalaian,
menjauhkan diri dari perbuatan dosa, menjauhkan diri dari kerguan dalam
menerima kebenaran yang amat jelas dengan melihat serta merenungi semua
ciptaan-Nya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar