Kamis, 20 September 2012

Ma’rifat Kepada Allah SWT.


Ma’rifat kedapa Allah SWT  adalah fondasi tempat berdirinya Islam secara keseluruhan. Tanpa ma’rifat ini, seluruh amal ibadah dalam Islam atau untuk Islam menjadi tidak memiliki nilai hakiki. Ini dikarenakan dalam posisi itu, orang tersebut kehilangan “Roh”nya ;
Apa nilai amal yang tidak memiliki roh ?
Bagaimana kita mengenal Allah ? jalan apa yang harus ditempuh untuk menuju ma’rifat ini ? pertanyaan ini yang harus dijawab, karena jika kita tidak mengetahui jalannya, kita tidak akan sampai kepada jalan yang kita inginkan.
Banyak orang, baik pada masa lalu maupun pada masa kini, yang mengingkari wujud Allah, dengan alasan mereka tidak dapat merasakan keberadaan-Nya dengan indera mereka. Mereka berpendapat bahwa jalan untuk mengetahui segala sesuatu adalah indera itu. Karena itu, mereka menuduh orang-orang ysng beriman kepada Allah sebagai para pengkhayal, seat, sakit jiwa, tidak ilmiah, dan tuduhan-tuduhan lainnyayang dialamatkan oleh orang kafir terhadap kaum beriman. Dengan alasan, orang yang beriman mengimani wujud Allah bukan dengan jalan inderawi.
Mereka hanya berkata bahwa mereka hanya mengimani apa yang dapat ditangkap oleh indra mereka saja. Padahal dalam realitas material tempat mereka hidup itu sudah terbantahkan akan semua hujah mereka. Misalnya mereka mengimani akan adanya kekuatan gravitasi dan hukumnya , meskipun mereka melihat keberadaannya secara inderawi. Serta mereka mengimani Rasio meskipun mereka tidak melihat wujudnya. Dan mereka semata-mata hanya melihat hasilnya saja.
Apakah mereka benar ketika mereka membatasi semua pengetahuan hanya melalui jalan indera, serta yang mampu tertangkap oleh akal? Padahal kalau kita sedikit mencoba memahami akan keberadaan akal itu sendiri, kebenarannya itu relatif. Walaupun penggunaan akal itu dengan cara komfrehensif, dan sistematis. Tetapi tetap saja cara penyimpulannya hanya spekulatif saja, dengan data yang mampu tertangkap oleh inderanya. Sebagai contoh, kita selalu merasa bahwa kita sedang berjalan dengan kepala di atas meskipun kita berada dikutub utara, selatan, atau digaris khatulistiwa.
Persepsi yang salah tentang ma’rifat kepda Allah ini, adalah salah satu unsur terbesar yang menjauhkan banyak manusia dari jalan keimanan yang shahih kepada Allah, padalah kesalahan persepsi ini amat jelas.

Salah satu jawaban fitrah yang sangat menarik tentang masalah ini adalah anekdot berikut ini. Di sebuah sekolah dasar, seorang guru SD berkata kepada murid kelas enam SD,
Guru : “apakah kalian melihat diri saya?”
Murid : Ya.”
Guru : “ dengan begitu, berarti saya ada,”
Guru : “apakah kalian melihat papantulis?”
Murid : Ya.”
Guru : “ dengan begitu, berarti papantulis itu ada,”
Guru : “apakah kalian melihat Tuhan?”
Murid : tidak.”
Guru : “ dengan begitu, berarti Tuhan itu tidak ada,”
Selanjutnya, seorang murid yang cerdas berdiri dan bertanya kepada teman-temannya, “ apakah kalian melihat akal Guru kita?”
Teman-temannya menjawab, “ tidak.”
Dengan demikian, akal guru kita tidak ada!”
Persepsi ini telah menjadi pegangan banyak orang kafir, semenjak zaman dulu, padahal Al-Quran al-Karim telah memberitakan kebenarannya yang akan menuntun mereka kejalan yang diridhoi Allah. Tetapi mereka tetap saja mengingkarinya dikarenakan dalam diri mereka sudah tertanam sifat sombong angkuh dan lain-lain.
Berbeda dengan orang yang beriman, mereka selalu tunduk dan patuh akan apa yang diperintahkan serta yang dilarang oleh Allah Swt. Cara mereka berma’rifat kepada Allah, mereka membebaskan diri dari ke zhaliman, dusta, dari kelalaian, menjauhkan diri dari perbuatan dosa, menjauhkan diri dari kerguan dalam menerima kebenaran yang amat jelas dengan melihat serta merenungi semua ciptaan-Nya.

Tidak ada komentar: