1.
Pengertian Hadits
Kata "Hadits" atau al-hadits menurut bahasa berarti al-jadid (sesuatu
yang baru), lawan kata dari al-qadim (sesuatu yang lama). Kata hadits juga
berarti al-khabar (berita), yaitu sesuatu yang dipercakapkan dan dipindahkan
dari seseorang kepada orang lain. Kata jamaknya, ialah al-ahadis. Secara terminologi,
ahli hadits dan ahli ushul berbeda pendapat dalam memberikan pengertian
hadits. Di kalangan ulama hadits sendiri ada juga beberapa definisi yang antara
satu sama lain agak berbeda. Ada
yang mendefinisikan hadits, adalah : "Segala perkataan Nabi
SAW, perbuatan, dan hal ihwalnya". Ulama hadits menerangkan bahwa
yang termasuk "hal ihwal", ialah segala pemberitaan tentang Nabi SAW,
seperti yang berkaitan dengan himmah, karakteristik, sejarah kelahiran, dan
kebiasaan-kebiasaanya. Ulama ahli hadits yang lain merumuskan pengertian hadits
dengan :
"Segala
sesuatu yang bersumber dari Nabi, baik berupa perkataan, perbuatan, taqrir,
maupun sifatnya".
Ulama hadits yang lain juga mendefiniskan hadits sebagai berikut :
"Sesuatu yang didasarkan kepada Nabi SAW. baik berupa perkataan,
perbuatan, taqrir, maupun sifatnya".
Dari ketiga pengertian tersebut, ada kesamaan dan perbedaan para ahli hadits
dalam mendefinisikan hadits. Kasamaan dalam mendefinisikan hadits ialah
hadits dengan segala sesuatu yang disandarkan kepada Nabi SAW, baik perkataan maupun perbuatan. Sedangkan perbedaan mereka terletak pada penyebutan terakhir dari perumusan definisi hadits. Ada ahli hadits yang menyebut hal ihwal atau sifat Nabi sebagai komponen hadits, ada yang tidak menyebut. Kemudian ada ahli hadits yang menyebut taqrir Nabi secara eksplisit sebagai komponen dari bentuk-bentuk hadits, tetapi ada juga yang memasukkannya secara implisit ke dalam aqwal atau afal-nya.
dalam mendefinisikan hadits. Kasamaan dalam mendefinisikan hadits ialah
hadits dengan segala sesuatu yang disandarkan kepada Nabi SAW, baik perkataan maupun perbuatan. Sedangkan perbedaan mereka terletak pada penyebutan terakhir dari perumusan definisi hadits. Ada ahli hadits yang menyebut hal ihwal atau sifat Nabi sebagai komponen hadits, ada yang tidak menyebut. Kemudian ada ahli hadits yang menyebut taqrir Nabi secara eksplisit sebagai komponen dari bentuk-bentuk hadits, tetapi ada juga yang memasukkannya secara implisit ke dalam aqwal atau afal-nya.
Sedangkan ulama Ushul, mendefinisikan hadits sebagai berikut :
"Segala
perkataan Nabi SAW. yang dapat dijadikan dalil untuk penetapan hukum
syara'".
Berdasarkan rumusan definisi hadits baik dari ahli hadits maupun ahli ushul,
terdapat persamaan yaitu ; "memberikan definisi yang terbatas pada sesuatu
yang disandarkan kepada Rasul SAW, tanpa menyinggung-nyinggung prilaku dan
ucapan shabat atau tabi'in. Perbedaan mereka terletak pada cakupan definisinya.
Definisi dari ahli hadits mencakup segala sesuatu yang disandarkan atau bersumber
dari Nabi SAW, baik berupa perkataan, perbuatan, dan taqrir. Sedangkan cakupan
definisi hadits ahli ushul hanya menyangkut aspek perkataan Nabi saja yang bisa
dijadikan dalil untuk menetapkan hukum syara'.
2.
Pengertian as-Sunnah
Sunnah menurut bahasa berarti : "Jalan dan kebiasaan yang baik atau
yang jelek". Menurut M.T.Hasbi Ash Shiddieqy, pengertian sunnah
ditinjau dari sudut bahasa (lughat) bermakna jalan yang dijalani, terpuji, atau
tidak. Sesuai tradisi yang sudah dibiasakan, dinamai sunnah, walaupun tidak
baik.
Berkaitan dengan pengertian sunnah ditinjau dari sudut bahasa, perhatikan sabda
Rasulullah SAW, sebagai berikut :
"Barang
siapa mengadakan sesuatu sunnah (jalan) yang baik, maka baginya pahala Sunnah
itu dan pahala orang lain yang mengerjakan hingga hari kiamat. Dan barang siapa
mengerjakan sesuatu sunnah yang buruk, maka atasnya dosa membuat sunnah buruk
itu dan dosa orang yang mengerjakannya hingga hari kiamat" (H.R.
Al-Bukhary dan Muslim).
Sedangkan, Sunnah menurut istilah muhadditsin (ahli-ahli hadits) ialah segala
yang dinukilkan dari Nabi SAW., baik berupa perkataan, perbuatan, maupun berupa
taqrir, pengajaran, sifat, kelakuan, perjalanan hidup baik yang demikian itu
sebelum Nabi SAW., dibangkitkan menjadi Rasul, maupun sesudahnya. Menurut
Fazlur Rahman, sunnah adalah praktek aktual yang karena telah lama ditegakkan
dari satu generasi ke generasi selanjutnya memperoleh status normatif dan
menjadi sunnah. Sunnah adalah sebuah konsep perilaku, maka sesuatu yang secara
aktual dipraktekkan masyarakat untuk waktu yang cukup lama tidak hanya
dipandang sebagai praktek yang aktual tetapi juga sebagai praktek yang normatif
dari masyarakat tersebut.
Menurut Ajjaj al-Khathib, bila kata Sunnah diterapkan ke dalam masalah-masalah
hukum syara', maka yang dimaksud dengan kata sunnah di sini, ialah segala
sesuatu yang diperintahkan, dilarang, dan dianjurkan oleh Rasulullah SAW., baik
berupa perkataan maupun perbuatannya. Dengan demikian, apabila dalam dalil hukum
syara' disebutkan al-Kitab dan as-Sunnah, maka yang dimaksudkannya adalah
al-Qur'an dan Hadits.
Pengertian Sunnah ditinjau dari sudut istilah, dikalangan ulama terdapat
perbedaan. Ada
ulama yang mengartikan sama dengan hadits, dan ada ulama yang membedakannya,
bahkan ada yang memberi syarat-syarat tertentu, yang berbeda dengan istilah
hadits. Ulama ahli hadits merumuskan pengertian sunnah sebagai berikut :
"Segala
yang bersumber dari Nabi SAW., baik berupa perkataan, perbuatan, taqrir, tabiat,
budi pekerti, atau perjalanan hidupnya, baik sebelum diangkat menjadi Rasul,
seperti ketika bersemedi di gua Hira maupun sesudahnya".
Berdasarkan definisi yang dikemukakan di atas, kata sunnah menurut sebagian
ulama sama dengan kata hadits. "Ulama yang mendefinisikan sunnah
sebagaimana di atas, mereka memandang diri Rasul SAW., sebagai uswatun hasanah
atau qudwah (contoh atau teladan) yang paling sempurna, bukan sebagai sumber
hukum. Olah karena itu, mereka menerima dan meriwayatkannya secara utuh segala
berita yang diterima tentang diri Rasul SAW., tanpa membedakan apakah (yang
diberitakan itu) isinya berkaitan dengan penetapan hukum syara' atau tidak.
Begitu juga mereka tidak melakukan pemilihan untuk keperluan tersebut, apabila
ucapan atau perbuatannya itu dilakukan sebelum diutus menjadi Rasul SAW., atau
sesudahnya.
Ulama Ushul Fiqh memberikan definisi Sunnah adalah "segala yang dinukilkan
dari Nabi Muhammad SAW., baik berupa perkataan, perbuatan maupun taqrirnya yang
ada sangkut pautnya dengan hukum". Menurut T.M. Hasbi Ash Shiddieqy, makna
inilah yang diberikan kepada perkataan Sunnah dalam sabda Nabi, sebagai berikut
:
"Sungguh
telah saya tinggalkan untukmu dua hal, tidak sekali-kali kamu sesat selama kamu
berpegang kepadanya, yakni Kitabullah dan Sunnah Rasul-Nya"
(H.R.Malik).
(H.R.Malik).
Perbedaan pengertian tersebut di atas, disebabkan karena ulama hadits memandang
Nabi SAW., sebagai manusia yang sempurna, yang dijadikan suri teladan bagi umat
Islam, sebagaimana firman Allah surat al-Ahzab ayat 21, sebagai berikut :
"Sesungguhnya
telah ada pada diri Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu".
Ulama
Hadits membicarakan segala sesuatu yang berhubungan dengan Nabi Muhammad SAW.,
baik yang ada hubungannya dengan ketetapan hukum syariat Islam maupun tidak.
Sedangkan Ulama Ushul Fiqh, memandang Nabi Muhammad SAW., sebagai Musyarri',
artinya pembuat undang-undang wetgever di samping Allah. Firman Allah dalam
al-Qur'an surat
al-Hasyr ayat 7 yang berbunyi:
"Apa yang
diberikan oleh Rasul, maka ambillah atau kerjakanlah. Dan apa
yang dilarang oleh Rasul jauhilah".
yang dilarang oleh Rasul jauhilah".
Ulama Fiqh, memandang sunnah ialah "perbuatan yang dilakukan dalam agama,
tetapi tingkatannya tidak sampai wajib atau fardlu. Atau dengan kata lain
sunnah adalah suatu amalan yang diberi pahala apabila dikerjakan, dan tidak
dituntut
apabila ditinggalkan. Menurut Dr.Taufiq dalam kitabnya Dinullah fi Kutubi Ambiyah menerangkan bahwa Sunnah ialah suatu jalan yang dilakukan atau dipraktekan oleh Nabi secara kontinyu dan diikuti oleh para sahabatnya; sedangkan Hadits ialah ucapan-ucapan Nabi yang diriwayatkan oleh seseorang, dua atau tiga orang perawi, dan tidak ada yang mengetahui ucapan-ucapan tersebut selain mereka sendiri.
apabila ditinggalkan. Menurut Dr.Taufiq dalam kitabnya Dinullah fi Kutubi Ambiyah menerangkan bahwa Sunnah ialah suatu jalan yang dilakukan atau dipraktekan oleh Nabi secara kontinyu dan diikuti oleh para sahabatnya; sedangkan Hadits ialah ucapan-ucapan Nabi yang diriwayatkan oleh seseorang, dua atau tiga orang perawi, dan tidak ada yang mengetahui ucapan-ucapan tersebut selain mereka sendiri.
3.
Pengertian al-Khabar dan al-Atsar
a)
Pengertian Khabar
Selain istilah Hadits dan Sunnah, terdapat istilah Khabar dan Atsar. Khabar
menurut lughat, berita yang disampaikan dari seseorang kepada seseorang. Untuk
itu dilihat dari sudut pendekatan ini (sudut pendekatan bahasa), kata Khabar
sama artinya dengan Hadits. Menurut Ibn Hajar al-Asqalani, yang dikutip
as-Suyuthi, memandang bahwa istilah hadits sama artinya dengan khabar, keduanya
dapat dipakai untuk sesuatu yang marfu, mauquf, dan maqthu'. Ulama lain,
mengatakan bahwa kbabar adalah sesuatu yang datang selain dari Nabi SAW.,
sedang yang datang dari Nabi SAW. disebut Hadits. Ada juga ulama yang mengatakan bahwa hadits
lebih umum dari khabar. Untuk keduanya berlaku kaidah 'umumun wa khushushun
muthlaq, yaitu bahwa tiap-tiap hadits dapat dikatan Khabar, tetapi tidak setiap
Khabar dapat dikatakan Hadits.
Menurut istilah sumber ahli hadits; baik warta dari Nabi maupun warta dari
sahabat, ataupun warta dari tabi'in. Ada
ulama yang berpendapat bahwa khabar digunakan buat segala warta yang diterima
dari yang selain Nabi SAW. Dengan pendapat ini, sebutan bagi orang yang
meriwayatkan hadits dinamai muhaddits, dan orang yang meriwayatkan sejarah
dinamai akhbary atau khabary. Ada juga ulama yang mengatakan bahwa hadits lebih
umum dari khabar, begitu juga sebaliknya ada yang mengatakan bahwa khabar lebih
umum dari pada hadits, karena masuk ke dalam perkataan khabar, segala yang
diriwayatkan, baik dari Nabi maupun dari selainnya, sedangkan hadits khusus terhadap
yang diriwayatkan dari Nabi SAW. saja.
b)
Pengertian Atsar
Atsar menurut lughat ialah bekasan sesuatu, atau sisa sesuatu, dan berarti
nukilan (yang dinukilkan). Sesuatu do'a umpamanya yang dinukilkan dari Nabi
dinamai: do'a ma'tsur. Sedangkan menurut istilah jumhur ulama sama artinya
dengan khabar dan hadits. Dari pengertian menurut istilah, terjadi perbedaan
pendapat di antara ulama. "Jumhur ahli hadits mengatakan bahwa Atsar sama
dengan khabar, yaitu sesuatu yang disandarkan kepada Nabi SAW., sahabat, dan
tabi'in. Sedangkan menurut ulama Khurasan, bahwa Atsar untuk yang mauquf dan
khabar untuk yang marfu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar